Freelance Jasa Translate (Susah & Senangnya)

Freelance jasa translate berarti “doing particular pieces of work for different organizations, rather than working all the time for a single organization”. Atau jika diterjemahkan berarti “mengerjakan suatu pekerjaan untuk sejumlah organisasi yang berbeda, tidak bekerja untuk satu organisasi saja”. Dalam istilah bahasa Indonesia disebut dengan “pekerja lepas”. Maka freelance translator berarti penerjemah lepas.

Istilah “freelance translator” baru saya ketahui sekitar 2 tahun setelah bergelut dalam dunia penerjemahan. Cukup memalukan sebenarnya tapi alasan saya cukup kuat juga. Pada saat itu, awal memulai profesi sebagai penerjemah, saya hanya focus untuk betul-betul menjadi penerjemah handal.

Sebelum Menjadi Freelance Jasa Translate

Tepatnya pada pertengahan bulan tahun 2013 saya mulai tertarik dengan dunia penerjemahan. Ketertarikan ini setelah melihat teman saya sedang sibuk mengerjaan order translate bahasa jerman. Tidak tanya dapat bayaran berapa, bayaran per dokumen atau bagaimana dan/ atau pertanyaan-pertanyaan yang saya anggap teknis saat itu. Yang saya pikirkan saat itu hanya satu “saya bisa bahasa inggris, kenapa tidak menjadi penerjemah saja?”

Then without further considerations, I was in contact with my senior who worked as freelance translator. Fortunately, he had a translation service agency and provided translation service for more. Of course, English was included.

For 1 to 2 months I was working with him. Every day I got to translate easy stuff such as abstrak. Jadi, selama 2 bulan penuh saya hanya menerjemahkan abstrak. Saat itu saya betul-betul tidak memikirkan untuk membekali diri saya dengan ilmu yang cukup, pengalaman yang cukup, atau hasil yang sempurna. It all just “flew like the water in the river”, so they say.

Yang saya pikirkan saat itu hanyalah, saya ingin menjadi penerjemah dan saat itu pula saya butuh uang. Menjadi penerjemah dan uang, dua hal inilah yang memacu saya untuk terus menerjemahkan meskipun hanya abstrak selama 2 bulan, mungkin sampai sekarang juga. Pada akhirnyapun, dua hal inilah yang membuat saya berpikir (saat itu):

  1. Jika ingin menjadi penerjemah maka harus punya pengalaman dan ilmu.
  2. Jika ingin memiliki pendapatan uang lebih dari saat ini maka harus mengerjakan banyak order
    1. Mengerjakan order banyak tidak bisa dikerjakan dari 1 penyedia jasa translate apalagi jika hanya menerjemahkan abstrak.

Pengalaman dan Ilmu Menerjemah

For the first time in my whole life there is something I would really love to obtain; being a translator. Ya, untuk pertama kali seumur hidup saya (saat itu saya umur 23 tahun) memiliki impian yang sangat amat besar; menjadi penerjemah.

Secara bekal, saya sudah sangat terpenuhi dari segi ilmu. Pada tahun 2004/2005 saya berkesempatan untuk sekolah di Amerika Serikat sampai 2008. Meskipun pada awalnya saya masuk di kelas beginner, pengalaman selama 2 tahunan ini pada akhirnya membuat saya mampu menggunakan bahasa inggris dengan baik. Saya mampu menggunakan bahasa inggris secara lisan maupun tulisan dengan baik.

Selain pengalaman sekolah di Amerika Serikat, saya juga diterimaa di Universitas dengan jurusan Bahasa Inggris pula. Konsentrasi saya saat itu adalah Sastra Inggris. Pada konsentrasi ini membimbing mahasiswa dan memaksa mahasiswa untuk banyak membaca literature. Tidak lain untuk mengasah kemampuan bahasa inggris, menjadikan kami mahasiswa yang kritis dan lebih terbuka dengan sekeliling kita.

Jika saya lihat kembali nilai-nilai yang saya dapat saat kuliah, tidak terlalu buruk bahkan masih banyak dari teman-teman saya yang lebih unggul. Sedikit latar belakang yang saya “agung-agungkan” sebelum menjadi penerjemah dan juga sebagai bekal menjadi penerjemah.

  1. Mendapat berbagai penghargaan akademis saat sekolah di Amerika Serikat.
  2. IPK terakhir kuliah S1 hanya 3,21
  3. 1x mendapat beasiswa mahasiswa berprestasi (uang tunai 4jt)

Sedikit sekali ternyata. I’d really like readers to hear me laughing after writing these three lists, seriously. Ya bagaimanapun juga, itulah bekal ilmu terbaik saya yang dibuktikan dengan beberapa piagam.

Ilmu Paling Utama

Bagaimana dengan ilmu untuk menerjemah? Sebenarnya ada satu kelas “Translation” di perkuliahan namun saya anggap saat itu hanya kelas biasa. Jadi, selama tugas selesai itu sudah cukup. Tidak lebih tidak kurang. I got B as the highest and lowest score in “Translation” class. Not too bad, you know.

Selain kelas tersebut, saya tidak memiliki pengalaman apapun untuk menerjemah. Ya mungkin secara tidak sadar, kita yang bisa berbahasa inggris tentu saja dan seharusnya mudah untuk menerjemahkan. Namun, jika tidak dibekali dengan pengalaman atau keyakinan yang tinggi maka akan sulit.

Freelance Jasa Translate = Bekerja untuk Banyak Agensi = Banyak Order = Banyak Uang

Saya mulai ceritakan awal pertama saya melamar secara resmi ke sebuah agensi resmi jasa penerjemah. Kantornya berlokasi di Jawa Timur tidak jauh dari perguruan tinggi negeri maupun swasta. Hal baik yang saya temukan pada jasa terjemahan offline adalah kita tahu mereka real dan jika terjadi miss komunikasi maka mudah untuk menyelesaikannya.

Tidak hanya 1 kantor penyedia jasa translator yang saya datangi namun lebih dari 4. Semua kantor berlokasi sangat berdekatan dengan perguruan tinggi. Satu atau dua hal yang memotivasi saya untuk melamar ke banyak kantor adalah kemampuan saya dalam berbahasa inggris meskipun belum memiliki pengalaman menerjemah. Selain itu pula peluang saya diterima kemungkinan besar terbuka lebar karena status “freelance translator”. Jadi tidak ada tuntutan bagi bos saya untuk member saya order karena saya bekerja dari rumah.

Saya ceritakan yang paling berkesan saja dan kebetulan memang pengalaman pertama saya. Awalnya saya diterima di kantor penyedia jasa terjemahan “P”. Yang perlu diketahui calon-calon penerjemah professional yang saya hormati, saat itu saya:

  1. Tidak kecewa atau murung atau bahkan meminta lebih dengan berapa banyak fee yang bakal saya terima per order
  2. Sangat amat menekankan kepada owner untuk memberi saya order sebanyak-banyaknya.

Poin 1; karena modal utama sudah saya memiliki dan ini adalah modal yang sangat murah sekali. Saya bisa berbahasa inggris.

Poin 2; semakin banyak order maka semakin luas pula pengetahuan saya tentang istilah-istilah tertentu dan otomatis menambah pengalaman saya untuk menerjemah.

Dengan meyakini poin 1 tersebut, nampak serta merta saya acuh dengan kualitas hasil terjemahan saya. Apalagi dengan poin 2 dimana saya bekerja sambil belajar dan tidak tahu bagaimana hasil akhirnya. Yang perlu diketahui yaitu, dan mungkin ini factor keberuntungan, tidak ada complain dari pelanggan owner saya. Kalaupun ada mungkin saya lupa. Dan saya lupa karena complain bisa dihitung jari alias tidak banyak.

Fee Awal Sebagai Penerjemah Lepas

Saat itu saya sebagai freelance jasa translate dibayar paling banyak Rp 10.000 per hlm order dan paling sedikit Rp 2.000 per hlm order. Yang paling sering saya dapatkan adalah antara Rp 2.000 – Rp 3.500. Yap, itulah fee saya saat pertama secara resmi menyandang status social sebagai penerjemah bahasa.

Kerjasama kami berjalan cukup lama yaitu 2 tahun. Hampir semua order yang saya kerjakan merupakan dokumen akademis. Dokumen akademis ini seperti translate abstrak, translate jurnal bahasa inggris, dan mungkin tidak pernah menerjemahkan jurnal internasional seperti translate naskah publikasi atau translate artikel. Kerjasama yang lama ini tidak lain, salah satu faktornya adalah kecekatan saya dalam menerjemah. Atau mungkin karena tariff dari owner saya yang sangat  murah? Hmmmm.

Selain kantor “P” saya juga diterima di kantor “B” dengan fee yang tidak jauh berbeda dengan kantor “P”. Jadi, tidak banyak yang bisa saya ceritakan. Satu hal yang paling berbeda adalah dalam menghitung fee. Jika Anda lihat di laman Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI), maka tariff translate dibedakan menjadi 2. Either by page or words. Tariff ditentukan per hlm atau per kata.

Bagaimana Dengan Lainnya?

Selain kedua kantor tersebut, kerjasama kami tidak berlangsung lama. Mungkin karena kedua kantor ini adalah yang pertama kali saya diterima sehingga sangat saya niatkan untuk betah di sana. Sedangkan di kantor lain, meskipun saya juga bekerja dari rumah, mereka sudah memiliki penerjemah freelance yang lebih dulu melekat sehingga order masuk ke mereka.

Dari kedua kantor itu saja saya sudah bisa membayar SPP kuliah senilai Rp 1.200.000 dan menghidupi saya untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan masih bisa menyisakan uang untuk bulan selanjutnya (saat itu saya belum paham konsep “menabung”).

Jika dilihat, sebenarnya menjadi freelance jasa translate saja sudah cukup untuk mengarungi kerasnya hidup. Namun apalah manusia dibekali akal, sehingga menjadi freelance jasa translate saja belum cukup.

Merambah Freelance Jasa Translate Online  

Saya ulangi lagi, saat mulai memikirkan untuk bekerja dengan agensi penyedia jasa translate inilah saya mengenal istilah “Freelance Translator”. Itupun saya masih browsing mencari definisi dari freelance translator. Ya, saya bekerja sebagai freelance translator (sampai hari ini) untuk banyak sekali agensi penyedia jasa translate. Percaya atau tidak dalam kurun waktu kurang dari 1-2 tahun selanjutnya, saya sudah bekerja untuk lebih dari 10 agensi penyedia jasa translate.

Banyaknya agensi yang saya lamar tidak lain karena factor dunia maya. Banyak sekali agensi penyedia jasa penerjemah online. Sejauh yang saya alami, mereka real bukan kaleng-kaleng. Kemudahan yang saya dapatkan ini membuat saya sangat semangat untuk melamar menjadi penerjemah dimana-mana bahkan di luar kota saya tempat tinggal. Apakah tidak takut tidak dibayar? I swear to God I had no such feeling. At all.

Bahkan kebalikannya, jika memang dirasa saya dicurangi maka saya akan membiarkan dan tetap kerja untuk owner tersebut. Yang saya pikirkan saat itu hanyalah “Banyak kok yang butuh jasa penerjemah, bakal terganti juga berapapun jatah uang saya  yang dicuri”.

Hal ini saya lakukan tidak lain dan lagi-lagi untuk mendapat order yang banyak. Benar saja, selama itu saya kebanjiran order. Bukan dari satu agensi namun dari semua agensi I worked with. Tidak lagi hanya menerjemahkan abstrak saja, tahun 2014 saya mulai merasa terjun ke dunia penerjemahan. Bagaimana tidak, dokumen-dokumen yang saya terjemahkan meliputi:

  1. Translate abstrak
  2. Transkate jurnal
  3. Translate naskah publikasi
  4. Translate artikel
  5. Translate perjanjian perusahaan
  6. Translate buku panduan (buku manual)
  7. Translate SOP
  8. Translate kenotariatan

Sebenarnya banyak lagi jenis dokumen yang saya terjemahkan namun tidak menahu jenis apakah dokumen tersebut. Like I said, it all just flew like the water in the river. Fokus saya saat itu hanya satu,”menerjemah”. Kenapa bukan uang? Karena dengan menerjemah otomatis saya mendapat uang. Dengan uang saja saya tidak bisa menerjemah karena uang akan habis. Ini mungkin semacam “kata-kata mutiara” ya.

Kasus Mulai Muncul

Ada satu kasus sebetulnya yang sampai hari ini dan mungkin sampai nanti tua bakal saya ingat dimana saya “merasa” dicurangi dalam bentuk fee Rp 4.000.000. Tentu saja saya tidak merasa salah hehehe. Meskipun buktinya sudah saya hapus ya sangking lamannya. Mungkin ini tahun 2016 atau 2015.

Saat itu saya diberi jatah order banyak sekali dan singkat cerita tidak bisa mengirimkan hasilnya ke owner sesuai deadline. Sebelumnya ini sudah saya info ke owner namun menurutnya (saat semua sudah selesai dan saya mendapat bayaran) kliennya complain karena telat sehingga fee saya dipotong. Siapa salah dan siapa yang benar, yang pasti I could just “pfftt it’s only 4 million” dan saya melanjutkan untuk bekerjasama dengannya sampai sekarang.

Bahkan sempat saya direkokmendasikan untuk kerjasama dengan saudaranya. Tak tanggung-tanggung saya menerima tawaran tersebut dan ternyata saya dibayar lebih banyak darinya. Namun kerjasama tersebut berjalan hanya 2 tahun. Terakhir info, uang saya Rp 2.000.000 masih dibawanya. Tidak ada perseteruan atau miskomunikasi apapun. He’s just gone. Dan lagi-lagi saya tidak memperpanjang masalah tersebut. “it’s money after all” dan “kita penerjemah kok. Yakin masih banyak order yang bakal datang”.

Mungkin ini salah satu kelemahan translate online. Entah itu kita sebagai klien atau translator, selalu ada kendala dalam komunikasi.

Selanjutnya. Freelance Jasa Translate Online

One Reply to “Freelance Jasa Translate (Susah & Senangnya)”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *